Minggu, 03 Januari 2016

Pengaruh Stigma Sosial Pada Etika Bisnis



Pengaruh Stigma Sosial Pada Etika Bisnis

Pengertian Stigma sosial adalah Tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok. Contoh sejarah stigma sosial dapat terjadi pada orang yang berbentuk fisik kurang atau cacat mental, dan juga anak luar kawin, homoseksual, atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi pada agama atau etnis, seperti menjadi orang Afrika Amerika. Kriminalitas juga membawa adanya stigma sosial.
Bentuk-bentuk stigma sosial:
Stigma lahir dari persepsi benar atau salah. Berikut ini macam-macam bentuk stigma sosial :
1.      Stigma nyata/ langsung/ terang-terangan, misalnya : ditujukan kepada orang orang  cacat fisik (bekas luka iris, luka bakar), manifestasi fisik dari anorexia, cacat sosial (obesitas, kurus), orang sakit (kusta, HIV-Aids, TB dll).
2.      Stigma dalam penyimpangan sifat-sifat pribadi, misalnya : ditujukan kepada pecandu obat-obatan, alkohol, cacat mental, penyimpangan sexual, identitas gender, latar belakang kriminal dan lain-lain.
3.      Tribal stigma, misalnya ditujukan kepada sifat-sifat khayalan atau nyata dari sekelompok etnis, bangsa, agama yang dianggap sebagai penyimpangan dari etnis yang berlaku normatif, misalnya : warna kulit, pendidikan, kebangsaan, etnis, agama dan lain-lain.
Beberapa efek berbahaya dari  stigma adalah :
1.      Merubah perilaku orang yang dituduh. Label negatif yang disematkan kepada orang tersebut tidak hanya merubah perilaku tetapi membentuk emosi dan keyakinan sehinggga orang itu mulai bertingkah dengan cara stigmatized (seperti label yang telah disematkan).
2.      Mengakibatkan depresi.
3.      Takut
4.      Ragu dan malu
5.      Rendah diri
6.      Menutup diri dari lingkungan pergaulan.
7.      Putus asa
8.      Berpengaruh kepada keluarga. Keluarga jadi ikut-ikutan memberi stigma kepada pasien TB.
9.      Membiarkan epidemi penyakit TB tetap hidup.
Stigma yang ada di masyarakat menimbulkan diskriminasi. Diskriminasi terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mempengaruhi orang/lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan statusnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi stigma terhadap pasien TB biasanya berkaitan dengan TB sebagai penyakit menular, susah disembuhkan, penyakit orang miskin, penyakit guna-guna, penyakit keturunan, penyakit kutukan, ketiadaan obat, penyebab kematian.
Bentuk-bentuk diskrimasi terhadap pasien TB :
1.      Pengabaian
2.      Perbedaan perlakuan
3.      Penolakan pada pengobatan
4.      Tes dan pengungkapan status tanpa persetujuan
5.      Penghindaran Pengusiran serta Pengasingan
6.      Prosedur pengendalian infeksi yang tidak terjamin
7.      Menghakimi berdasarkan moralitas
8.      Bullying, kekerasan fisik, pelecehan.
9.      Tidak di dukung oleh keluarga, rekan kerja, teman.
10.  Dipecat dari tempat ia bekerja.
Perilaku "diskriminatif" berdampak buruk dalam mencari pengobatan, yaitu mencakup penghindaran untuk mendapat layanan pencegahan penyakit, tes, dan pengobatan. Stigma dan diskriminasi memperparah epidemi TB. Stigma merupakan harga mati bagi kesehatan seseorang dan kesehatan masyarkat. Mereka menghambat usaha pencegahan dan perawatan dengan memelihara kebisuan dan penolakan
Kemudian apa yang harus dilakukan penderita TB menghadapi stigma sosial ?
1.      Belajar untuk bisa menerima keadaan. Jangan biarkan stigma menjadikan penderita selalu menyalakan diri sendiri dan malu. Stigma bersumber dari informasi yang salah. Stigma hanya menjudge tanpa memberikan solusi kepada orang yang dijudge. oleh karena itu sebaiknya selalu berpikir positif, jadikan stigma dan diskriminasi sebagai acuan untuk selalu mawas diri dan berhati-hati, karena memang kenyataannya adalah TB merupakan penyakit menular, juga sangat mudah terinfeksi dengan penyakit berat lainnya (seperti TB dengan HIV-AIDS, malnutrisi, Diabetes) dan yang lebih berbahaya lagi dapat meimbulkan kematian disamping itu penyebaran TB sangat cepat melalui udara  dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain. Seyogyanya penderita  peduli terhadap penularannya terhadap orang lain. Oleh karena itu penderita wajib senantiasa menggunakan masker, serta rajin cuci tangan dengan sabun antiseptik serta biasakan untuk membuang kertas tissue bekas penutup mulut ke tempat sampah, Jangan membuang ludah/riak semarangan. Bila penderitanya peduli, maka saya yakin masyarakatnyapun menghargai ia sebagai orang sakit yang harus diberi kesempatan hidup.
2.      Cari informasi sebanyak-banyaknya tentang penyakit TB dari sumber yang terpercaya.  Informasi yang akurat dari sumber yang terpercaya dapat mematahkan stigma negatif yang beredar. Sesungguhnya stigma negatif yang muncul tidak berdasar, disamping juga karena masyarakatnya tidak tahu tentang penyakit TB, maka muncullah dugaan negatif tentang penyakit TB.
3.      Cari pertolongan sesegera mungkin dengan cara segera pergi ke tempat-tempat layanan kesehatan untuk diperiksa dan diobati.  Pengobatan adalah solusi untuk memperbaiki keadaan serta meningkatkan mutu hidup. Bila dilakukan sedini mungkin maka pengobatannya juga akan mudah dan cepat. Tetapi bila terlambat melakukannya apa yang terjadi?  Maka terlanjur menularkan penyakitnya kepada orang lain. Disamping itu juga pengobatannya jadi sulit karena terlanjur penyakitnya kebal terhadap obat anti TB. Kalau sudah demikian mau tidak mau  terapi pengobatannya jadi lebih lama yaitu dua tahun dan obat-obatan yang diminum adalah obat-obatan TB golongan dua yang harganyapun lebih mahal. Nah pilih yang mana? Pastinya yang cepat dan harganya murah kan. Kalo begitu segeralah berobat. Jangan biarkan takut dan malu menghalangi langkah untuk berobat.
4.      Membuka diri, jangan menutup diri. Sakit TB tentu membuat semua orang shock berat, mengingat beban kesakitan juga beban biaya yang tidak murah, belum lagi stigma negatif yang terlanjur beredar di masyarakat. Bagaimana menghadapi semua ini bila sendirian? Tentunya amat berat ya, bila harus memikul beban ini sendirian. Oleh karena itu penderita disarankan agar mau berbagi dengan orang terdekat. Dukungan moril, dan spiritual dari orang-orang dekat sangat dibutuhkan untuk mempercepat kesembuhan.
5.      Aktif dalam organisasi atau gerakan TB di daerahnya masing-masing. Pasien TB dan mantan pasien TB, diharapkan dapat memberi kontribusinya secara aktif. Aktifnya mereka sebagai kader  TB, baik itu sebagai informan TB maupun sebagai penemu pasien TB, secara langsung dapat memperbaiki stigma negatif pada dirinya untuk mendapatkan harga dirinya kembali. Disamping itu juga gerakan yang bersumberdaya dari masyarakat dalam pembangunan kesehatan ini dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperanserta secara aktif mengatasi masalah-masalah kesehatan umumnya dan TB khususnya sehingga dengan pemahaman yang mereka miliki dapat secara langsung membuat masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya kemandirian akan kesehatan personal serta seluruh masyarakat. Hal ini jelas mengedukasi mesyarakat luas bahwa stigma dan diskriminasi terhadap pasien TB tidak perlu terjadi tetapi meningkatkan kewaspadaan akan penyakit TB dan perlunya menjaga kesehatan serta kebersihan lingkungan secara bergotong royong merupakan wujud nyata kalau sebenarnya perlu tindakan cepat dan penanganan yang serius terhadap penyakit TB bukannya membuat stigma dan diskriminasi yaaa.








Sumber: Eko Sujatmiko, Kamus IPS , Surakarta: Aksara Sinergi Media Cetakan I, 2014 halaman 331

Tidak ada komentar:

Posting Komentar