Pengaruh Stigma Sosial Pada Etika Bisnis
Pengertian Stigma sosial adalah Tidak
diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang
tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering menyebabkan pengucilan
seseorang ataupun kelompok. Contoh sejarah stigma sosial dapat terjadi pada
orang yang berbentuk fisik kurang atau cacat mental, dan juga anak luar kawin,
homoseksual, atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi pada agama atau etnis,
seperti menjadi orang Afrika Amerika. Kriminalitas juga membawa adanya stigma
sosial.
Bentuk-bentuk
stigma sosial:
Stigma lahir dari persepsi benar atau salah. Berikut
ini macam-macam bentuk stigma sosial :
1.
Stigma nyata/ langsung/
terang-terangan, misalnya : ditujukan kepada orang orang cacat
fisik (bekas luka iris, luka bakar), manifestasi fisik dari anorexia, cacat
sosial (obesitas, kurus), orang sakit (kusta, HIV-Aids, TB dll).
2.
Stigma dalam penyimpangan sifat-sifat
pribadi, misalnya :
ditujukan kepada pecandu obat-obatan, alkohol, cacat mental, penyimpangan
sexual, identitas gender, latar belakang kriminal dan lain-lain.
3.
Tribal stigma, misalnya
ditujukan kepada sifat-sifat khayalan atau nyata dari sekelompok etnis, bangsa,
agama yang dianggap sebagai penyimpangan dari etnis yang berlaku normatif,
misalnya : warna kulit, pendidikan, kebangsaan, etnis, agama dan lain-lain.
Beberapa efek berbahaya dari stigma adalah
:
1.
Merubah perilaku orang yang dituduh. Label negatif
yang disematkan kepada orang tersebut tidak hanya merubah perilaku tetapi
membentuk emosi dan keyakinan sehinggga orang itu mulai bertingkah dengan cara
stigmatized (seperti label yang telah disematkan).
2.
Mengakibatkan depresi.
3.
Takut
4.
Ragu dan malu
5.
Rendah diri
6.
Menutup diri dari lingkungan pergaulan.
7.
Putus asa
8.
Berpengaruh kepada keluarga. Keluarga jadi ikut-ikutan
memberi stigma kepada pasien TB.
9.
Membiarkan epidemi penyakit TB tetap hidup.
Stigma yang
ada di masyarakat menimbulkan diskriminasi. Diskriminasi terjadi ketika
pandangan-pandangan negatif mempengaruhi orang/lembaga untuk memperlakukan
seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan
statusnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi stigma terhadap pasien TB biasanya berkaitan dengan TB sebagai penyakit menular, susah disembuhkan,
penyakit orang miskin, penyakit guna-guna, penyakit keturunan, penyakit
kutukan, ketiadaan obat, penyebab kematian.
Bentuk-bentuk diskrimasi terhadap pasien TB :
1.
Pengabaian
2.
Perbedaan perlakuan
3.
Penolakan pada pengobatan
4.
Tes dan pengungkapan status tanpa persetujuan
5.
Penghindaran Pengusiran serta Pengasingan
6.
Prosedur pengendalian infeksi yang tidak terjamin
7.
Menghakimi berdasarkan moralitas
8.
Bullying, kekerasan fisik, pelecehan.
9.
Tidak di dukung oleh keluarga, rekan kerja, teman.
10. Dipecat dari
tempat ia bekerja.
Perilaku "diskriminatif" berdampak buruk
dalam mencari pengobatan, yaitu mencakup penghindaran untuk mendapat layanan
pencegahan penyakit, tes, dan pengobatan. Stigma dan diskriminasi memperparah epidemi TB.
Stigma merupakan harga mati bagi kesehatan seseorang
dan kesehatan masyarkat. Mereka
menghambat usaha pencegahan dan perawatan dengan memelihara kebisuan dan
penolakan
Kemudian apa yang harus dilakukan penderita TB menghadapi stigma sosial ?
1.
Belajar untuk bisa menerima
keadaan. Jangan
biarkan stigma menjadikan penderita selalu menyalakan diri sendiri dan malu.
Stigma bersumber dari informasi yang salah. Stigma hanya menjudge tanpa
memberikan solusi kepada orang yang dijudge. oleh karena itu sebaiknya selalu
berpikir positif, jadikan stigma dan diskriminasi sebagai acuan untuk selalu
mawas diri dan berhati-hati, karena memang kenyataannya adalah TB merupakan penyakit menular, juga sangat
mudah terinfeksi dengan penyakit berat lainnya (seperti TB dengan HIV-AIDS, malnutrisi, Diabetes) dan
yang lebih berbahaya lagi dapat meimbulkan kematian disamping itu penyebaran TB sangat cepat melalui udara dapat
menularkan penyakitnya kepada orang lain. Seyogyanya penderita peduli
terhadap penularannya terhadap orang lain. Oleh karena itu penderita wajib senantiasa menggunakan masker,
serta rajin cuci tangan dengan sabun antiseptik serta biasakan untuk membuang
kertas tissue bekas penutup mulut ke tempat sampah, Jangan membuang ludah/riak
semarangan. Bila penderitanya peduli, maka saya yakin masyarakatnyapun
menghargai ia sebagai orang sakit yang harus diberi kesempatan hidup.
2.
Cari informasi
sebanyak-banyaknya tentang penyakit TB
dari sumber yang terpercaya. Informasi yang
akurat dari sumber yang terpercaya dapat mematahkan stigma negatif yang
beredar. Sesungguhnya stigma negatif yang muncul tidak berdasar, disamping juga
karena masyarakatnya tidak tahu tentang penyakit TB,
maka muncullah dugaan negatif tentang penyakit TB.
3.
Cari pertolongan sesegera
mungkin dengan cara
segera pergi ke tempat-tempat layanan kesehatan untuk diperiksa dan
diobati. Pengobatan adalah solusi untuk
memperbaiki keadaan serta meningkatkan mutu hidup. Bila dilakukan sedini
mungkin maka pengobatannya juga akan mudah dan cepat. Tetapi bila terlambat
melakukannya apa yang terjadi? Maka terlanjur menularkan penyakitnya
kepada orang lain. Disamping itu juga pengobatannya jadi sulit karena terlanjur
penyakitnya kebal terhadap obat anti TB.
Kalau sudah demikian mau tidak mau terapi pengobatannya jadi lebih lama
yaitu dua tahun dan obat-obatan yang diminum adalah obat-obatan TB golongan dua yang harganyapun lebih mahal.
Nah pilih yang mana? Pastinya yang cepat dan harganya murah kan. Kalo begitu
segeralah berobat. Jangan biarkan takut dan malu menghalangi langkah untuk
berobat.
4.
Membuka diri, jangan menutup
diri. Sakit TB tentu membuat semua orang shock berat,
mengingat beban kesakitan juga beban biaya yang tidak murah, belum lagi stigma
negatif yang terlanjur beredar di masyarakat. Bagaimana menghadapi semua ini bila
sendirian? Tentunya amat berat ya, bila harus memikul beban ini sendirian. Oleh
karena itu penderita
disarankan agar mau berbagi dengan orang terdekat. Dukungan moril, dan
spiritual dari orang-orang dekat sangat dibutuhkan untuk mempercepat kesembuhan.
5.
Aktif dalam organisasi atau
gerakan TB di daerahnya
masing-masing. Pasien TB dan mantan pasien TB, diharapkan dapat memberi kontribusinya secara
aktif. Aktifnya mereka sebagai kader TB,
baik itu sebagai informan TB
maupun sebagai penemu pasien TB,
secara langsung dapat memperbaiki stigma negatif pada dirinya untuk mendapatkan
harga dirinya kembali. Disamping itu
juga gerakan yang bersumberdaya dari masyarakat dalam pembangunan kesehatan ini dapat menumbuhkan kesadaran
masyarakat untuk ikut berperanserta secara aktif mengatasi masalah-masalah kesehatan umumnya dan TB khususnya sehingga dengan pemahaman yang
mereka miliki dapat secara langsung membuat masyarakat memiliki kesadaran akan
pentingnya kemandirian akan kesehatan
personal serta seluruh masyarakat. Hal ini jelas mengedukasi mesyarakat luas
bahwa stigma dan diskriminasi terhadap pasien TB
tidak perlu terjadi tetapi meningkatkan kewaspadaan akan penyakit TB dan perlunya menjaga kesehatan serta kebersihan lingkungan secara
bergotong royong merupakan wujud nyata kalau sebenarnya perlu tindakan cepat
dan penanganan yang serius terhadap penyakit TB
bukannya membuat stigma dan diskriminasi yaaa.
Sumber: Eko Sujatmiko, Kamus IPS
, Surakarta: Aksara Sinergi Media Cetakan I, 2014 halaman 331
Tidak ada komentar:
Posting Komentar