Jumat, 18 April 2014

HAK PILIH WARGA NEGARA


Ada  tiga unsur utama dalam sebuah Negara

1.      Pertama adalah rakyat
2.      Kedua wilayah
3.      Ketiga adalah pemerintah yang berdaulat.

Yang pertama dan kedua, rakyat dan wilayah, pada dasarnya bersifat tetap, sementara yang ketiga, pemerintah yang berdaulat, berganti atau berubah. Dalam negara kerajaan absolut, penguasa (raja atau ratu) berganti tetapi penggantian ditentukan sendiri oleh keluarga (dewan) raja. Dalam negara otoriter, pergantian penguasa dilakukan oleh elite penguasa atau oleh partai penguasa (ruling party). Dalam negara demokrasi pergantian penguasa (presiden dan/atau perdana menteri) dilakukan oleh rakyat, baik secara langsung, seperti di Indonesia, Filipina, dan Perancis, maupun oleh dewan pemilih (electoral college) seperti di Amerika Serikat. Demikian pula program dan kebijaksanaan negara kerajaan absolut dan negara otoriter ditentukan sendiri oleh penguasa.

Lain halnya di negara demokrasi, kebijaksanaan dan program ditentukan oleh pemerintah berdasarkan kehendak rakyat. Indonesia adalah negara demokrasi. Pasal 22E UUD 1945 memerintahkan pergantian kekuasaan, yang juga diikuti dengan perubahan kebijakan pemerintah, dilakukan melalui pemilihan umum setiap 5 tahun sekali. Para wakil rakyat yang akan duduk dalam DPR/DPRD akan ditentukan oleh rakyat melalui pemilu. Presiden dan Wakil Presiden juga akan ditentukan oleh rakyat dalam pemilu. 

Di Indonesia, memilih dan dipilih adalah hak warga negara.  Pada dasarnya setiap warga negara memiliki hak memilih dan hak dipilih (hak pilih). Tetapi ada batasan perundang-undangan yang mengatur agar hak itu bernilai seperti maksudnya. Misalnya hak untuk dipilih menjadi presiden adalah hak setiap warga negara Indonesia, pria maupun wanita, yang berusia minimal 35 tahun, berpendidikan terendah sekolah menengah atas/sederajat, tidak pernah dijatuhi hukuman penjara yang sudah berkekuatan hukum tetap karena pidana dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih, sehat lahir-batin, dan terdaftar sebagai pemilih, dll. 

Syarat lainnya, yang bersangkutan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum (UU 42/2008). Untuk mencalonkan diri menjadi anggota DPR/DPRD ada syarat, WNI, umur paling rendah 21 tahun, berpendidikan terendah terendah sekolah menengah atas/sederajat, tidak pernah dijatuhi hukuman penjara yang sudah berkekuatan hukum tetap karena pidana dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih, anggota PNS/TNI/POLRI harus berhenti permanen, bersedia bekerja penuh waktu, sehat lahir-batin, dicalonkan oleh dan anggota dari partai politik peserta pemilu, serta terdaftar sebagai pemilih. Sedangkan untuk memilih juga ada syarat, seperti WNI,  usia terendah 17 tahun atau sudah kawin, dan terdaftar sebagai pemilih. 

Suara kita masing-masing hanya satu, sama nilainya, pria atau wanita, tua atau muda, agama A atau agama B, tinggal di pulau Jawa atau di pulau-pulau Raja Ampat. Tetapi karena berapa pun jumlah suara orang Indonesia seluruhnya, katakanlah 150 juta, jumlah itu terdiri dari suara 150 juta pemilih yang masing-masing memiliki 1 suara. Jadi satu suara itu penting. Kumpulan satu-satu suara itu, bila menang, akan menentukan apakah Bapak A atau Ibu B yang akan menjadi Presiden. Kalau dia yang menjadi presiden maka kebijakannya akan begini atau begitu, karena Bapak itu begini dan Ibu ini begitu. Kalau partai C atau partai D yang menang maka DPR, misalnya, akan akan lebih sungguh melakukan pengawasan dan seterusnya. Artinya suara yang masing-masing satu, bila terkumpul, bisa menentukan siapa yang akan memimpin negara dan bagaimana kebijakan negara meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menegakkan hukum, misalnya. 

Dengan demikian sebenarnya memberikan satu suara itu adalah menyatakan suatu pikiran atau pilihan pendapat. Dari uraian diatas dapat dilihat betapa pentingnya pendapat  atau suara rakyat, suara anda. Dengan itu, kita membuat catatan yang pertama: karena suara anda berharga, anda harus memastikan terdaftar sebagai pemilih. Catatan yang kedua, hak pilih, yaitu hak untuk dipilih dan hak memilih, sesuai namanya secara hukum adalah hak, bukan kewajiban. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Nilainya menjadi tinggi, merupakan hak kedaulatan. Selanjutnya ditegaskan oleh Pasal 27 bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan. 

Namun harus disadari bahwa dalam negara demokrasi, nasib rakyat, bangsa, dan negara ada di tangan rakyat. Jadi menggunakan hak itu adalah pernyataan tanggung jawab. Sanksinya bukan sanksi hukum, tetapi sanksi sosial, rasa setia kawan untuk bersama-sama bertanggung jawab pada bangsa dan negara. Ini berbeda dengan misalnya, Singapura. Di sana  penggunaan hak pilih adalah wajib. Seseorang bisa dihukum pidana bila tidak memilih dalam pemilu.  Suara kita bukan hanya menyangkut pemilu, tetapi juga mengenai pembentukan, pelaksanaan, dan pengawasan  kebijakan negara, baik di pusat maupun di daerah. Pasal 28 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul dan untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pasal 28A s/d 28J lebih jauh menjamin hak-hak asasi rakyat. Dengan jaminan itu aspirasi rakyat dapat dan perlu  disalurkan melalui media massa, berbagai organisasi masyarakat, partai politik, kedalam mesin pemerintahan, untuk diolah dan selanjutnya menentukan atau mempengaruhi kebijakan pemerintah. 

Oleh karena itu rakyat harus menggunakan hak bersuara, menyatakan pikirannya, untuk memberi masukan dan pandangan mengenai suatu hal, baik langsung kepada pemerintah, para wakil rakyat, ataupun melalui media massa, organisasi-organisasi seperti LSM, partai politik, RT/RW, dan sebagainya. 

Rakyat tidak berada dalam posisi selalu menerima (nrimo). Melakukan kegiatan seperti itu, yang juga sering disebut melakukan advokasi, pada dasarnya adalah merupakan ekspresi rasa tanggung jawab kepada bangsa dan Negara. Agar supaya suara kita itu betul-betul berharga dan dapat disumbangkan dengan bernilai, tentu diperlukan pengetahuan dan informasi yang cukup. Warga perlu, melalui pelatihan dan diskusi, bacaan dan siaran media massa seperti koran, majalah, radio, dan televisi,  memahami bagaimana cara bekerja Negara dan pemerintah dan apa saja hak dan tanggung jawab kita sebagai warga. Kita tidak akan terjerumus dalam tindak anarki dan suara anda tidak terbuang sia-sia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar