Senin, 09 Desember 2013

TUGAS 3


APAKAH PRINSIP EKONOMI KOPERASI SESUAI DENGAN KEBUTUHAN BANGSA INDONESIA

Dalam perspektif Hukum Koperasi Indonesia, koperasi harus dipahami dalam 2 (dua) pengertian sekaligus; yaitu, pertama, sebagai sebuah sistem ekonomi dan,kedua, sebagai suatu badan usaha.
Dua pengertian ini haruslah dipahami sebagai dwi-tunggal, yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya. Seringkali, untuk memberikan pemahaman mengenai koperasi, koperasi dibandingkan dengan bentuk-bentuk badan usaha lain misalnya Perseroan Terbatas (PT). Perbandingan sedemikian tentu saja menghasilkan deskripsi mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing sesuai karakteristiknya. Akan tetapi, sekadar membandingkan koperasi dengan badan usaha lainnya tidak akan pernah menghasilkan suatu pemahaman yang utuh dan menyeluruh tentang ruang-lingkupnya, terutama bila tidak terlebih dahulu dipahami dua wajah koperasi dalam Hukum Koperasi Indonesia.

Koperasi Sebagai Sistem Ekonomi
Dalam perspektif hukum, landasan koperasi sebagai sebuah sistem ekonomi telah diatur sangat jelas dalam UUD 1945 Pasal 33. Pasal tersebut dengan ketiga ayatnya merupakan satu kesatuan dari sistem norma hukum, tidak saja karena sejarah Republik yang telah menggariskannya, tetapi karena di sanalah sebenarnya terletak ideologi ekonomi, esensi keadilan bernegara, dan logika-logika kemerdekaan sebuah bangsa. Terlepas dari upaya pengaburan hakikat Pasal 33 melalui hasil amandemen keempat UUD 1945 pada 2002 dengan menambahkan dua ayat baru, pemahaman mengenai hakikat asli Pasal 33 menjadi sangat penting.
Pernyataan Swasono (2007) bahwa hakikat Pasal 33 UUD 1945 adalah wujud nasionalisme ekonomi Indonesia mengandung pengertian berupa tekad kemerdekaan untuk mengganti asas perorangan (individualisme) menjadi asas kebersamaan dan kekeluargaan. Usaha bersama atas asas kekeluargaan adalah wujud kebersamaan, suatu mutualism and brotherhood; bukan individualisme, melainkan saling menghormati dan peduli sesama serta saling tolong-menolong sebagai sebuah kewajiban bersama. Pasal ini juga dipandang telah memposisikan rakyat Indonesia secara substansial untuk memperoleh sebesar-besar kemakmuran dari bumi, air dan kekayaan alam Indonesia.
Bila memperhatikan hakikat Pasal 33 tersebut, sangat jelas tampak sebuah keterkaitan yang erat antara Pasal 33, khususnya ayat (1), dengan nilai utama koperasi, yaitu kerjasama. Koperasi sebagai sebuah gerakan ekonomi yang berbasis anggota, memiliki prinsip dasar mengedepankan kekuatan anggota untuk saling bekerjasama dalam memenuhi kesejahteraan bersama secara mandiri. Bila dilihat sejarah konstitusi, khususnya penjelasan UUD 1945 yang sebelum amandemen diakui keberadaannya, badan usaha yang sangat sesuai dengan asas kekeluargaan adalah koperasi. Pasal 33 merupakan sikap founding fathers yang menghendaki suatu transformasi badan usaha yang ada pada masa itu ke arah Koperasi Indonesia.
Dalam pengertian ini, transformasi tersebut tidak berarti mengubah semua badan usaha menjadi badan usaha koperasi, namun sebenarnya menitikberatkan pada koperasi sebagai sebuah sistem ekonomi. Swasono (2007) menyatakan bahwa dengan sistem ekonomi koperasi, bentuk-bentuk perusahaan seperti PT, Firma, CV, BUMN, BUMD dan sebagainya dapat memiliki bangun koperasi, dengan spirit internal dan jejaring esksternal yang berdasarkan asas kebersamaan dan kekeluargaan sebagai sistem ekonomi nasional berdasarkanTriple Co, yaitu: co-ownership, co-determination dan co-responsibility. Dengan mewujudkan sistem ekonomi koperasi, maka koperasi sebagai sebuah badan usaha juga akan tumbuh dan berkembang sebagai entitas bisnis.
Bila koperasi sebagai sistem ekonomi kembali dikaitkan dengan pertanyaan yang diajukan oleh mahasiswa di atas, sangat jelas bahwa sejauh ini upaya untuk menjalankan sistem ekonomi koperasi sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945 telah gagal. Kegagalan ini dapat dilihat dari pranata-pratana yang dibangun dan dikembangkan oleh Pemerintah dalam menopang sistem ekonomi. Segala rezim, mulai dari Orde Baru sampai sekarang, sangat jelas keberpihakannya kepada pengembangan pranata-pranata yang menopang sistem ekonomi kapitalis liberal seperti perbankan, pasar modal dan berbagai institusi keuangan lainnya. Tentu saja, setiap rezim itu menyertakan dalam programnya pengembangan ekonomi kerakyatan. Akan tetapi, sayangnya, sejarah mencatat keberpihakan kepada sistem ekonomi kapitalis liberal terlalu sulit diingkari.

Koperasi Sebagai Badan Usaha
Dasar hukum koperasi sebagai sebuah badan usaha terdapat dalam UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (UU Koperasi) dan berbagai peraturan pelaksananya. Dalam UU ini, koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Terkait koperasi sebagai badan usaha, Hatta (1933) menegaskan rakyat sebagai produsen-produsen kecil harus bergabung membentuk koperasi (produksi). Dengan cara ini, teknik baru dalam bidang produksi lebih mungkin untuk dikuasai daripada dilakukan secara terpisah-pisah. Usaha bersama akan membangkitkan skala ekonomi dan meningkatkan produktivitas. Dengan kekuatan ini, koperasi akan mampu mempengaruhi pasar.
Dari pendapat Hatta ini, dapat disimpulkan bahwa koperasi sebagai badan usaha sebenarnya tidak anti-pasar. Untuk dapat berkompetisi dalam pasar, koperasi sebagai badan usaha harus mampu membaca potensi anggota, mengkoordinasikan segala sumberdaya yang ada, dan memetakan peluang usaha untuk memproduksi barang atau jasa secara mandiri. Pilihan terhadap peluang usaha pertama-tama harus didasarkan pada kepentingan ekonomi bersama anggotanya. Misalnya, jika sekelompok peternak sapi ingin mendirikan koperasi, maka yang paling sesuai dengan kepentingan ekonomi mereka adalah usaha penjualan atau pengolahan susu sapi. Dalam konteks ini, koperasi harus tunduk pada kaidah, prinsip dan logika entitas bisnis, di mana prinsip manajemen yang profesional dan prinsip keuangan yang baik harus menjadi landasan utama.
Bila dikaitkan kembali koperasi sebagai sebuah badan usaha dengan pertanyaan yang diajukan oleh mahasiswa tadi, sebahagian besar koperasi dalam perjalanan sejarah tidak tumbuh secara profesional dan mandiri. Kegagalan negara menciptakan sistem ekonomi koperasi tentu turut mempengaruhi perkembangan koperasi sebagai badan usaha. Semangat kerjasama koperasi digilas oleh budaya pragmatisme yang tumbuh subur dalam 'ideologi' persaingan. Selain itu, keterlibatan pemerintah selama ini lebih mengintervensi bentuk kelembagaan koperasi daripada membantu menyelesaikan permasalahan utama koperasi, antara lain, akses pada modal dan pasar. Sepak-terjang Koperasi Unit Desa (KUD) selama Orde Baru membuktikan betapa koperasi lebih ditempatkan sebagai entitas politik daripada bisnis. Selain permasalahan eksternal ini, secara internal banyak pengurus koperasi dalam perkembangannya lebih tertarik mengurus usaha atau unit simpan-pinjam daripada menciptakan usaha produktif.

Akhirnya, belajar mengenai perseroan terbatas maupun bentuk-bentuk organisasi perusahaan lainnya -terutama dalam alam pikiran dewasa ini di mana logika kapitalistik liberal sudah merupakan keniscayaan- kiranya tidak memerlukan pengantar panjang-lebar mengenai 'dasar-dasar ideologis dan filosofis' bagi berbagai pemahaman dan pengertian yang terkandung di dalamnya. Hal ini jugalah yang membuat tugas (pembelajaran) hukum koperasi Indonesia menjadi semakin berat. Sebelum memulai dengan bahasan mengenai apa-dan-bagaimananya koperasi berfungsi sebagai sebuah organisasi perusahaan, pembelajar harus susah-payah menjawab serentetan pertanyaan terkait mengapa 'koperasi' sebagai gagasan dan kenyataan harus muncul dalam perjalanan sejarah peradaban manusia. Akan tetapi, selama UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 sampai 3 masih ada seperti sedia-kala, sampai kapan pun memang itulah yang harus dikerjakan; karena, seperti yang telah dipesankan oleh perancangnya sendiri, Hatta, "cita-cita koperasi Indonesia adalah tantangan fundamental terhadap kapitalisme liberal!"




Apakah Koperasi Menguntungkan ( secara keuangan ) Bagi Anggotanya

Ya, karena tujuan utama koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dengan adanya koperasi anggota yang membutuhkan kebutuhan pokok dapat membeli di koperasi dengan harga yang lebih murah. Anggota yang membutuhkan pinjaman modal usaha dapat meminjam di koperasi. Dengan demikian para anggota dapat terbebas dari rentenir yang meminjamkan uang dengan bunga sangat tinggi.

Anggota koperasi akan memiliki jaringan yang luas untuk mengembangkan usaha mereka, dan Bagi hasil sesuai dengan usaha yang telah dilakukan oleh anggota karena semua anggota bisa mendapatkan pinjaman dari masing-masing koperasi yang ada dikantor atau instansi, sehingga mereka bisa menggunakan pinjaman tersebut sebagai modal yang produktif. Bagi anggota yang memiliki hasil produk tertentu juga dapat menjualnya di koperasi. Secara keuangan koperasi sangat menguntungkan untuk anggotanya apabila koperasi tersebut dikelola secara profesional.

Manfaat paling utama adalah anggota dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Manfaat koperasi bagi anggota tidak hanya memenuhi kebutuhan anggota. Beberapa keuntungan menjadi anggota koperasi adalah sebagai berikut :

  • ·           Pada akhir tahun setiap anggota mendapat keuntungan yang disebut Sisa Hasil  Usaha (SHU) Pembagian SHU Bersumber dari anggota SHU.
  • ·          Setiap anggota dapat berlatih berorganisasi dan bergotong royong
  • ·         Anggota dapat memiliki investasi,
  • ·         Koperasi bisa membebaskan anggotanya dari lilitan hutang,
  • ·         Koperasi bisa memberikan anggotanya tingkat bunga simpanan yang lebih besar.
  • ·         Koperasi bisa menjadi tempat arisan.
  • ·         Koperasi biasanya menjual barang dengan lebih murah
  • ·         Setiap anggota dapat berlatih bertanggung jawab
  • ·         Modal bersama ,dengan modal bersama berarti tidak perlu membayar bunga pinjaman modal.

  • ·         Operasionalnya di lakukan bersama-sama sehingga tidak banyak mengeluarkan cost pengelolaan.
  • ·         Melayani kepentingan bersama,sehingga ada kepastian para anggotanya mendapatkan kebutuhan yang di perluakan secara adil.
  • ·         Pembagian laba yang adil di sesuaikan dengan besarnya pengabdian,sehingga tidak ada yang merasa di rugikan. Bagi hasil sesuai dengan usaha yang telah dilakukan oleh anggota.
  • ·         Anggota dapat meminjam dana untuk modal modal usaha dan mengembalikan sesuai dengan kemampuan mereka sampai seluruh hutang terbayarkan.
  • ·         Anggota tidak diberatkan dengan sistem bunga seperti pinjaman pada bank komersil.
  • ·         Anggota dapat meningkatkan batas pinjaman yang dapat diberikan, apabila pada pinjaman sebelumnya anggota dapat melunasi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama


Koperasi bisa mendapatkan untung. Keuntungan koperasi bisa diperoleh antara lain dari laba penjualan dan jasa peminjaman. Keuntungan koperasi akan dikembalikan kepada anggota sebagai SHU (Sisa Hasil Usaha). Tentu saja setelah dikurangi biaya-biaya operasional. Pembagian keuntungan atau sisa hasil usaha ini dibagi secara adil sehingga tidak ada yang dirugikan.

Dengan terpenuhinya kebutuhan anggota maka semakin meningkatlah kesejahteraan anggota koperasi. Dengan memajukan kesejahteraan anggotanya berarti koperasi juga memajukan kesejahteraan masyarakat dan memajukan tatanan ekonomi nasional.